
Dari hari ke hari kemunculan mobil listrik di pasar otomotif nasional dan dunia semakin tidak terbendung. Di Indonesia memang pasar mobil listrik masih bisa dibilang prematur, namun bukan tidak mungkin dalam 5 atau 10 tahun kedepan mobil listrik atau kendaraan ramah lingkungan lainnya menjadi alat transportasi kita sehari-hari. Namun pernahkan kita membayangkan, mengapa saat ini (hampir) semua pabrikan otomotif di dunia berlomba-lomba membuat mobil listrik? Apa yang menyebabkan hal ini bisa terjadi?
Boomingnya mobil listrik di dunia tidak dipungkiri, baik langsung ataupun tidak langsung adalah hasil bermunculannya norma-norma lingkungan terutama yang berkaitan dengan emisi CO2 khususnya di negara-negara maju seperti di benua Eropa dan di Amerika Serikat. Efek dari adanya norma-norma ini tentu saja mengancam pendapatan pabrikan otomotif apabila tidak menyesuaikan secepat mungkin dengan membuat kendaraan ramah lingkungan. Di Uni Eropa misalnya, kadar CO2 diatas standar yang ditetapkan akan dikenakan denda yang lumayan mahal. Contoh paling baru, Suzuki Jimny generasi terbaru dihentikan penjualannya oleh pihak Suzuki Eropa karena emisi CO2 yang melewati ambang batas. Apabila Suzuki tetap kekeuh menjual Jimny, resikonya calon pembeli akan membayar lebih mahal dari harga resmi dan ini tentu saja tidak bagus dari sisi bisnis dan kompetisi. Akhirnya Suzuki Eropa memutuskan untuk menghentikan penjualan Jimny hingga mereka bisa melakukan revisi yang bisa menurunkan emisi CO2 nya.
Dari hal tersebut saja bisa kita bayangkan betapa ketatnya peraturan emisi ini di negara-negara maju. Mau tidak mau pabrikan otomotif dunia harus membuat mobil dengan emisi serendah mungkin dan atau membuat mobil listrik dengan emisi CO2 yang nihil seperti mobil listrik. Belum lagi ‘serangan’ dari sisi pemerintah di setiap negara-negara maju yang memberikan subsidi dan bantuan bagi warganya untuk mau melakukan transisi penggunaan alat transportasi ke mobil ramah lingkungan membuat pabrikan otomotif tidak ada pilihan lain selain fokus ke ranah mobil listrik.
Gelombang masif mobil listrik yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat ikut berimbas pula ke negara-negara lain di Dunia termasuk di Asia. Indonesia walaupun masih bisa dibilang tidak memiliki standar norma emisi lingkungan yang ketat, namun penggunaan BBM untuk kebutuhan masyarakat kita sangat membebani APBN nasional. Jadi khusus di Indonesia motivasi terbesar transisi alat tranportasi elektrik lebih sekedar ke arah efisiensi anggaran nasional dibandingkan dengan alasan lingkungan. Apalagi mengingat Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang mayoritas pembangkit listriknya masih menggunakan pembangkit listrik batu bara. Sebagai perbandingan, di Norwegia hampir 100 persen pembangkit listrik di negara tersebut berasal dari PLTA yang mana ini tentu saja lebih ramah lingkungan.
Perkembangan mobil listrik tentu saja akan terus tumbuh dan berkembang, walaupun banyak juga pihak yang menilai pesatnya perkembangan mobil listrik bukan berarti tanpa masalah, baterai yang sudah usang yang mungkin akan berbahaya pada lingkungan, sumber energi listrik di setiap negara yang kebanyakan masih belum ramah lingkungan hingga infrastruktur pendukung yang sama sekali belum siap dibangun di beberapa negara berkembang. Namun demikian perkembangan mobil listrik ini siap tidak siap, memang tidak bisa dihindari, dan pertanyaannya adalah, jika anda harus mengganti mobil saat ini, apakah anda mau membeli mobil listrik?